ANALISIS INTRUKSIONAL DALAM PELATIHAN
(Bahan Bacaan Bagi Para Perancang Pelatihan)
Oleh Emma Himayaturohmah
Latar Belakang
Dalam sebuah pelatihan, bahan pelatihan adalah salah satu komponen
yang penting. Mereka bukan sekedar sumber belajar, tetapi sekaligus sebagai kajian
untuk mencapai tujuan. Dalam proses pembelajaran, bahan tersebut disusun
sebagai sebuah materi pelatihan yang harus tampil secara prosedural serta
berdasarkan tahapan yang sesuai. Agar materi dapat difahami dengan baik oleh
peserta seklaigus menjamin ketercapaian tujuan tujuan pembelajaran dapat dicapai
dengan baik.
Perlu ditekankan di sini adalah bahwa pelatihan adalah juga situasi
pendidikan dan pembelajaran. Mempelajari bahan pembelajaran dan menyiapkannya
dengan baik, akan menjadi dasar bagi peserta yang merupakan orang yang akan
menjadi perancang pelatihan untuk menyelami materi dengan benar sehingga mereka
akan menjadi pembelajar yang pada akhirnya akan menjadi pedoman untuk menyusun
suatu pelatihan yang berdaya guna dan berhasil guna.
Model Analisis Intruksional
1. Pengertian
Analisis Intruksional
Analisis
pembelajaran merupakan sebuah pedoman
yang berisi uraian tentang bagaimana sebaiknya kegiatan pembelajaran dilakoni
secara bertahap dan berjenjang. Pentahapan dan penjenjangan tersebut diperlukan
sebagai upaya sistematis menggapai efisiensi dan efektifitas program pelatihan.
Dick & Carey (1985) menggunakan terminologi instructional analysis
sebagai upaya memahami proses internal penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
secara holistik. Pemahaman ini diyakini turut mempengaruhi optimalisasi
pencapaian tujuan, melalui analisis terhadap model-model berikut ini secara terperinci.
2. Macam-macam
Model analisis Intruksional
a.
Model Berbasis-Tujuan
(Objective-based model)
Model ini
dikembangkan oleh Ralph Tyler (1949) dalam bukunya: “basic principles of curriculum and instruction” untuk tujuan
pengembangan kurikulum. Model ini terdiri
atas empat langkah yaitu:
1) Apa maksud dan tujuan yang akan dicapai
(Tujuan),
2) Bagaimana memilih pengalaman belajar dan
materi ajar (Seleksi)
3) Bagaimana mengorganisasikan pengalaman belajar
dan materi ajar (Metode),
4) Bagaimana mengetahui bahwa tujuan telah
tercapai (Evaluasi).
Orijinal
gagasan Taylor itu dikembangkan dalam skema di bawah ini
Objective What
educational objectives are to be achieved
![]() |
|||
![]() |
Selecting What educational experience can be provided to attain theobjectives
Learning experience
![]() |
|||
![]() |
Organising How can these educational experiences be organized

![]() |
Evaluation How
can we determind that the objectives have been attained
![]() |
(dikutip dari Taylor, 1949)
Secara
konseptual nampaknya Dick & Carey (1985) mendeskripsikan model analisis
pembelajaran dengan mengikuti pola pengembangan kurikulum menurut Tyler (1949). Bedanya adalah setiap langkah pengembangan versi Taylor, dijadikan
model-model analisis pembelajaran versi Dick & Carey (1985).
Untuk
lebih mudah dipahami tata urut dan kerkaitan antara langkah satu dengan lainnya
maka pengembangan model ini dapat ditransfer dalam bentuk matriks berikut ini.
Analisis
Pembelajaran - Model berbasis tujuan
Tujuan
|
Seleksi
Pengalaman Belajar
|
Menyusun
Pengalaman Belajar
|
Evaluasi
|
Merancang program
pelatihan PNPM
|
Review pengalaman yang berkaitan dengan merancang pelatihan,
misalnya model analisa yang dipakai dan keberhasilannya, interaksi yang
terjadi , dsb
|
Mengurutkan dan memetakan kembali model analisa dan interaksi
yang akan digunakan berdasarkan review pengalaman belajar
|
Menganalisa kembali apakah pengalaman belajar tersebut, sesuai
dan dapat diterapkan dalam merancang pelatihan
|
Tujuan
yang hendak dicapai, dijaring melalui upaya pengkajian kebutuhan. Informasi
tentang apa yang dimaksud dengan pengkajian kebutuhan, bagaimana melakukan
pengkajian kebutuhan, mengapa pengkajian kebutuhan, dan kapan pengkajian
kebutuhan dilaksanakan, dapat disimak pada pembahasan tentang Pengkajian
Kebutuhan Pelatihan.
Dengan
menyampaikan tujuan, peserta pelatihan akan memahami apa yang akan dilakukan,
mengapa melakukannya, bagaimana, dimana dan bilamana. Dengan begitu para
peserta mengetahui bahwa mereka dituntut melaksanakan pekerjaan secara
bertanggung jawab (accountable), tidak tertutup atau rahasia (transparent) sebagai upaya penciptaan
atau peningkatan peluang keberlanjutan (sustainable).
b.
Model Berbasis
Pengalaman (Experience-Based Model)
Pengalaman
belajar atau latar belakang pengalaman dapat membuat belajar lebih bermakna
(simak misalnya David Ausubel dengan konsep Advance organizer). Kebermaknaan
belajar dirancang dengan menghubungkan apa yang telah dipelajari atau apa yang
telah dialami dengan apa yang akan dipelajari (Apersepsi) atau dalam ungkapan
Ausubel disebut “Integrative Reconciliation”. Sebaliknya, jika apa yang akan
dipelajari tidak dapat dipadukan dengan apa yang sudah diketahui, maka Ausubel
menggunakan pendekatan “Progressive Differentiation”.
c.
Ancangan prosedural (procedural approach)
Pendekatan yang
berorientasi prosedural ini dipakai sebagai alat memfasilitasi kemampuan
pelatih atau peserta memilah materi pelatihan dari yang:
1) utama
(essential) menuju ke materi
pelatihan lain sebagai penunjang (supporting).
2) sederhana
ke yang rumit
3) Konkrit
ke yang abstrak
4) Verbal
ke yang visual
d.
Ancangan berjenjang (hierarchical approach)
Tingkat
kemampuan belajar para peserta berbeda satu dan lainnya. Perbedaan ini
menandakan bahwa setiap peserta belajar dalam kecepatannya sendiri-sendiri.
Ada yang cepat memahami tapi ada juga yang tidak. Belajar bersyarat
mengakomodasi kepelbagian tersebut dengan memecah-mecahkan satu kompetensi utuh
menjadi bagian-bagian kompetensi kecil atau satu keterampilan utuh menjadi
bagian kecil supaya penguasaan satu satuan kompetensi atau satu skill bersifat
sedikit demi sedikit (akumulatif).
Contoh:
1)
Belajar mengenal abjad (a, b, c, d…..dstnya)
secara alfabetis merupakan prasyarat untuk belajar merangkai kata.
2)
Membasahi
tubuh dengan air, adalah prasyarat menggosok badan menggunakan sabun
3) Mengayunkan kaki kanan ke depan merupakan
prasyarat baris-berbaris
![]() |
Di
samping Dick & Carey (1985), Atwi Suparman (2005), adalah Reigeluth (1983,
1999, 2009) yang secara terus menerus menekankan pentingnya memahami analisis
interaksi pembelajaran antara komponen kondisi pembelajaran (instructional
condisions), metode pembelajaran (instructional methods) dan tujuan pembelajaran (instructional outcomes).
Secara khusus Reigeluth (1983) menyoroti keterkaitan ke tiga faktor (kondisi,
metode dan tujuan) dalam membedakan konsep deskriptif dari konsep
preskriptif.
1) Tujuan
(outcomes) baru dirumuskan setelah
analisis terhadap kondisi dikaitkan
dengan menganalisis metode (deskriptif)
2) Metode
diseleksi setelah analisis tentang kondisi dikaitkan dengan hasil analisis
terhadap tujuan (preskriptif).
Gambar
di bawah ini menjelaskan penjelasan verbal di atas.
![]() |
![]() |
(Dikutip dari: Charles, M. Reigeluth (1983:22).
Instructional Design Theories and Models. An Overview
of their current status. Lawrens, Erl
Baum, Hillsdale, NJ, USA)
Cara
menganalisis seperti itu akan berdampak terhadap hasil pembelajaran. Cara kedua
akan lebih efektif dari cara yang pertama karena desktiptif lebih berorientasi
pada hasil (Product) sedangkan yang ke dua lebih terfokus pada proses
(Process). Analisis pembelajaran Reigeluth ini, menghendaki pemahaman terhadap
faktor-faktor pembelajaran yang terdiri atas:
1) Kondisi
Pembelajaran yang terdiri dari: Tujuan umum, Karakteristik peserta, Karakteristik
materi pembelajaran
2) Metode
Pembelajaran yang meliputi: Strategi pengorganisasian, Strategi penyampaian dan
Strategi Pengelolaan
3) Tujuan
Pembelajaran yang meliputi: efisiensi,
efektifitas dan menarik.
Cakupan
Analisis Intruksional
Dalam
mengimplemetasikan program pendidikan dan atau pelatihan konsep analisis
instruksional di atas akan berguna apabila dipadukan dengan analisis
interaksional yang mencakup:
1.
Interaksi
pembelajaran
a. Libatkan
semua peserta dalam sesi “pencairan kebekuan” (ice breaking session) demi
mendiskusikan harapan mereka
b. Demonstrasikan
keterampilan atau kegiatan belajar yang akan dilatihkan
c. Sajikan
isi materi pelatihan yang singkat tapi tepat mengenai sasaran (goal, objective,
aim)
d. Rangsang
perolehan umpan balik pada setiap langkah penyajian materi pelatihan
e. Beri
kesempatan berlatih bagi setiap peserta
f. Sesuaikan
waktu pelatihan dengan kecepatan berlatih peserta
g. Luangkan waktu berlangsungnya sesi tanya jawab
2.
Interaksi sumberdaya
Peserta
yang berhadapan dengan kekurangan sarana tepat guna setelah mengikuti pelatihan
tidak mampu mereplikakan apa yang telah dipelajari. Oleh karena itu:
a. Adakan
daftar sarana/alat bahan sesuai jenis kegiatan pelatihan (resources inventory list)
b. Masukan
bahan/alat dalam rancangan pelatihan
c. Siapkan
waktu/kesempatan untuk memperoleh informasi selanjutnya (follow-up information)
d. Berikan/siapkan
rujukan isi materi pelatihan
e. Alokasikan
waktu pelatihan isi materi yang diajarkan
f. Tunjuk
peserta yang bisa membantu sejawatnya mengaplikasikan materi yang telah
dipelajari
g. Bekali
peserta dengan rekaman video untuk aktivitas pembelajaran yang sama atau
serupa(pemodelan)
3.
Interaksi penunjang
kinerja
a.
Pertemuan tindak lanjut
b.
Pemberian
kesempatan kepada peserta menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari
c.
Penguatan terhadap apa yang telah dikuasai
peserta
d.
Pembedayaan peserta mengekplorasi hal-hal baru
4.
Interaksi perancangan
program pelatihan
·
Hindari terjadinya ‘overplaning’
·
Rancangan fleksibel perlu diakomodasi
Kesimpulan
Ada
beberapa model analisis intruksional yang bisa digunakan oleh para perancang
pelatihan dalam menyiapkan bahan sebuah pelatihan. Masing-masing model tersebut
memiliki kekurangan dan kelebihannya. Para perancang harus memiliki pemahaman
dan keterampilan dalam menentukan model analisis yang mana yang akan digunakan
agar pelatihan yang dirancang berjalan sesuai dengan yang direncanaka.
Banyak
hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan model dan prosedur analisis
intruksional. Para perancang harus memperhtikan banyak faktor. Karakteristik
peserta, jumlah hari, fasilitator yang akan meyajikan materi, tempat, media dan
lainnya. Nah, dari ketersediaan dan kelebihan kekurangan komponen pelatihan
itulah analisis intruksional dilakukan. Jika analisis intruksional ini
dilakukan dengan benar, maka, output dan outcome peltihan akan sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan dalam rancangan pelatihan.
Bahan Bacaan
1.
Tim Penyusun. 2013. Buku Panduan Pelatihan
bagi Perancang Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: IGGRD
- Charles, M. Reigeluth. 1983. Instructional Design Theories and Models. An Overview of their current status. Lawrens, Erl Baum, Hillsdale, NJ, USA.
- Ralph Tyler. 1949. Basic Principles Of Curriculum And Instruction. Lawrens, Erl Baum, Hillsdale, NJ, USA
- Prof. Dr. Atwi Suparman. 2005. Desain Instruktional. Jakarta: Gramedia
5.
Agus N Cahyo. 2013. Panduan Aplikasi Teori
Belajar Mengajar. Yogyakarta: Diva Press
Did you realize there's a 12 word sentence you can communicate to your man... that will induce intense emotions of love and impulsive attraction to you buried within his heart?
ReplyDeleteThat's because hidden in these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, please and care for you with his entire heart...
====> 12 Words That Trigger A Man's Desire Instinct
This instinct is so built-in to a man's genetics that it will drive him to work harder than ever before to to be the best lover he can be.
Matter-of-fact, triggering this powerful instinct is absolutely essential to achieving the best possible relationship with your man that as soon as you send your man a "Secret Signal"...
...You will immediately find him expose his heart and soul for you in a way he's never experienced before and he'll see you as the one and only woman in the world who has ever truly interested him.