Wednesday, October 15, 2014

MOTIVASI DAN MENTAL KERJA


MOTIVASI DAN MENTAL KERJA
Oleh Emma Himayaturohmah


Latar Belakang
Pegawai negeri sipil biasanya diidentikkan dengan orang yang bekerja asal saja, tidak kompeten, tidak semangat, hasil kerja yang seadanya, dan kurang berprestasi di bidangnya. Hal ini karena banyak yang beranggapan bahwa mereka bekerja dengan rajin, mereka produktif atau tidak, mereka berprestasi atau tidak, semua itu tidak berpengaruh terhadap penghasilan mereka sebagai PNS.

 
 .Hal ini kalau ditinjau dari segi penerimaan gaji, memang begitu adanya. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang PNS sebagai karyawan sesungguhnya sangat merugikan pemerintah. Hal itu membuat pemerintah membayar orang yang tidak siap bekerja mencapai tujuan yang diinginkan lembaga yan mempekerjakan mereka.
Dari sudut pandang agama, apalagi. Mental yang seperti itu sangat mempengaruhi bagaimana hidup mereka secara keseluruhan. Mereka tidak akan menunjukkan kinerja yang optimal jika tidak ada materi di belakangnya. Padahal, jika kita sudah bekerja di suatu lembaga, pekerjaan yang ditugaskan adalah amanah yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Hal ini akan memberikan makna yang menjangkau kegidupan setelalah kehidupan dunia ini.
Hal ini mungkin salah satunya disebabkan oleh motivasi mereka yang rendah terhadap pekerjaan mereka, terhadap diri mereka sendiri dan terhadap lembaga atau institusi di mana mereka bekerja. Sehingga pemahaman mereka tentang bagaimana motivasi bekerja yang baik sehingga melahirkan mental yang baik, sangat penting difahami oleh seluruh PNS.
  Keluar Dari Penjara Mental
Orang sering bertanya, mengapa ada orang sukses dan, sebaliknya, mengapa banyak orang gagal? Jawabannya sudah pasti macam-macam. Jawaban yang muncul biasanya justru bersifat menghambat diri mereka untuk bisa mencapai keberhasilan hidup. Jawaban-jawaban itu mencerminkan sistem kepercayaan yang justru telah mengurung mereka dalam satu zona kenyamanan yang tidak nyaman, dan telah menjadi penjara mental yang tidak mereka sadari.
Penjara mental yang dimaksud adalah berbagai kepercayaan yang salah, yang diterima sebagai sesuatu yang benar, tanpa pernah diperiksa keabsahan dan kebenaran kepercayaan itu.
Setiap kali ada pertanyaan, "Mengapa orang sukses?", jawaban standar yang muncul adalah karena faktor keturunan, hoki, pendidikan, koneksi, hari lahir/jam lahir, nasib, jenis kelamin, shio/zodiak, modal, dan kesehatan / fisik. Anehnya, bila diajukan pertanyaan, "Mengapa orang gagal?", maka jawabannya kurang lebih sama dengan jawaban di atas.
Begitulah. Kita telah terkungkung dalam penjara mental yang kita buat sendiri.
Penjara yang umum kita kenal adalah tempat untuk mengurung seseorang, untuk periode waktu tertentu, yang telah berbuat kesalahan atau kejahatan. Selama seseorang berada di penjara maka ia kehilangan kebebasan dan sebagian hak-haknya sebagai warga negara. Narapidana menjalani hidup yang monoton dan terisolasi dari dunia luar sampai masa hukumannya habis.
Penjara mental menjalankan fungsi yang sama. Namun sangat banyak orang yang secara sadar atau tidak sadar telah memasukkan diri mereka ke penjara yang tidak kasat mata, yang lebih mengerikan, dan dapat mengurung diri mereka seumur hidup.
Satu-satunya cara untuk keluar dari penjara mental adalah dengan secara sadar menelaah setiap kepercayaan yang dipegang seseorang. Tidak ada kepercayaan yang baik atau buruk. Yang ada adalah kepercayaan yang mendukung dan menghambat.
Kepercayaan seseorang mengendalikan cara berpikir, sikap, perilaku, bagaimana ia menggunakan waktunya, siapa kawannya, buku apa yang ia baca, gaya hidup, penghasilan, dan masih banyak aspek lain.
Kita sering bertemu dengan orang yang berkata, "Uang adalah akar dari segala kejahatan". Orang dengan kepercayaan ini biasanya hidupnya biasa-biasa saja, cenderung agak kekurangan. Mereka telah mengadopsi kepercayaan yang salah. Kepercayaan ini telah menjadi penjara mental mereka.
Kepercayaan adalah sesuatu yang bersifat pribadi. Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa apa pun kepercayaan yang kita pegang maka kepercayaan ini akan mempengaruhi hidup kita.
Bagaimana agar kita bisa keluar dari penjara mental (mental block) yang menyusahkan ini? Jawabannya: kita harus membangun sebuah konsep diri yang positif.
Konsep diri? Makhluk apakah gerangan ia? Benarkah ia yang membuat seseorang melambung ke puncak sukses dan sebaliknya menyebabkan seseorang terjeembab ke lubang kehidupan?
Perubahan dunia yang sangat pesat membuat persaingan hidup semakin meningkat. Para orangtua saat ini berlomba-lomba untuk memberikan bekal pendidikan, yang dipercayai sebagai bekal terbaik bagi anak yaitu pendidikan. Asumsi orangtua pada umumnya adalah semakin tinggi level pendidikan formal maka akan semakin terjamin masa depan anaknya. Apakah benar demikian?
Untuk menjawab pertanyaan itu kita perlu melihat ke sekeliling kita. Berapa jumlah sarjana yang "ngganggur"? Berapa jumlah lulusan luar negeri, yang setelah pulang ke Indonesia, tidak bisa bekerja atau tidak berhasil? Berapa banyak yang lulus cum laude namun prestasi hidupnya biasa-biasa? Sebaliknya ada banyak orang yang prestasi akademiknya biasa-biasa namun prestasi hidupnya sangat luar biasa. Jadi, sebenarnya prestasi akademik bukan merupakan jaminan keberhasilan hidup.
Hasil penelitian yang dilakukan di Amerika oleh Dr. Eli Ginzberg beserta timnya menemukan satu hasil yang mencengangkan. Penelitian ini melibatkan 342 subyek penelitian yang merupakan lulusan dari berbagai disiplin ilmu. Para subyek penelitian ini adalah mahasiswa yang berhasil mendapatkan bea siswa dari Colombia University. Dr. Ginzberg dan timnya meneliti seberapa sukses 342 mahasiswa itu dalam hidup mereka, lima belas tahun setelah mereka menyelesaikan studi mereka. Hasil penelitian yang benar-benar mengejutan para peneliti itu adalah: mereka yang lulus dengan mendapat penghargaan (predikat memuaskan, cum laude atau summa cum laude), mereka yang mendapatkan penghargaan atas prestasi akademiknya ternyata lebih cenderung berprestasi biasa-biasa.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan langsung antara keberhasilan akademik dan keberhasilan hidup. Lalu faktor apa yang menjadi kunci keberhasilan hidup manusia?
Kunci keberhasilan hidup adalah konsep diri positif. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang, karena konsep diri dapat dianalogikan sebagai suatu operating system yang menjalankan suatu komputer.
Terlepas dari sebaik apapun perangkat keras komputer dan program yang di-install, apabila sistem operasinya tidak baik dan banyak kesalahan maka komputer tidak dapat bekerja dengan maksimal. Hal yang sama berlaku bagi manusia.
Konsep diri adalah sistem operasi yang menjalankan komputer mental, yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri ini setelah ter-install akan masuk di pikiran bawah sadar dan mempunyai bobot pengaruh sebesar 88% terhadap level kesadaran seseorang dalam suatu saat. Semakin baik konsep diri maka akan semakin mudah seseorang untuk berhasil. Demikian pula sebaliknya.
Kita dapat melihat konsep diri seseorang dari sikap mereka. Konsep diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak berani mencoba hal-hal baru, tidak berani mencoba hal yang menantang, takut gagal, takut sukses, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berharga, merasa tidak layak untuk sukses, pesimis, dan masih banyak perilaku inferior lainnya.
Sebaliknya orang yang konsep dirinya baik akan selalu optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses, berani gagal, percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, bersikap dan berpikir positif, dan dapat menjadi seorang pemimpin yang handal.
Memelihara Motivasi Mewaspadai Demotivasi
Motivasi adalah potensi untuk bertindak dan mengarahkan perilaku yang inheren dalam sebuah sistem kontrol perilaku. la merupakan penentu akhir bagi terwujudnya fungsi pengetahuan dan keterampilan. Menurut Steven R. Covey, kebiasaan adalah titik temu dari pengetahuan, keterampilan, dan motivasi. Dengan begitu, memotivasi seseorang untuk sesuatu itu harus dengan mempengaruhi emosi-emosinya (Dean R. Spitzer, 1995). Dan kaidahnya, emosi yang positif akan melahirkan perilaku yang positif pula.
Teknologi Motivasi akan melibatkan dua proses yang paralel: mereduksi demotivator-demotivator dan menambahkan motivator-motiva­tor. Kedua kombinasi proses tersebut akan menciptakan peningkatan yang dramatik dalam iklim motivasi organisasi yang berkeinginan untuk menerima tantangan.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan demotivator di sini adalah segala kejadian barian yang melahirkan omelan dan membuat frustasi para sivitas akademika dan menguras banyak enerji mereka. Sedangkan yang dimaksud motivator bukanlah orang-orang tapi kondisi-kondisi lingkungan.
Motivator harus benar-benar menjadi bagian dari organisasi itu sendiri. Dengan kata lain, motivator harus menjadi organisasi itu sendiri (artinya seluruh orang yang ada di dalam organisasi sekolah benar-benar memiliki potensi motivasional yang tak terbatas).
Motivasi yang tinggi acapkali diibaratkan sebagai sesuatu yang dapat membuat seorang ibu yang hanya dengan berat 100 pound dapat membebaskan anaknya dari bawah truk yang beratnya 3.000 pound; sesuatu yang membuat seorang pelari melesat dari bantalan dan memenangkan perlombaan; sesuatu yang dapat membuat manusia biasa dapat mencapai puncak prestasi; sesuatu yang dapat membuat sebuah tim kerja dapat mencapai tujuan yang semula tampak tidak mungkin dapat dicapai.
Teknologi Motivasi, seperti dikatakan di atas, bukanlah sekadar koleksi dari teknik-teknik memotivasi yang terisolasi, tetapi ia juga merupakan teknologi yang mendekati tindakan memotivasi dengan sempurna, baik dalam mengubah konteks kerja, mereduksi demotivator, menambah motivator, maupun dalam tindakan perencanaan, produksi, komunikasi, pelatihan atau pembelajaran, evaluasi, dan pemberian ganjaran.
Hanya saja, untuk dapat menggunakan teknologi ini dengan berhasil diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mendasarinya.
Konteks kerja. Tidak ada aktivitas yang begitu memotivasi, atau begitu memiliki kepentingan psikologis dan spiritual, seperti kerja dan belajar. Sebagai orang dewasa, kita banyak menggunakan waktu jaga kita untuk bekerja. Bagi banyak orang, bekerja merupakan sumber utama identitas pribadi dan makna hidup.
Kita tidak hanya bekerja semata-mata untuk uang, apalagi pekerjaan pendidikan dan pembelajaran. Perlu diketahui bahwa manusia memiliki hasrat beraktivitas, memiliki, berkuasa, berafiliasi, berkemampuan, berprestasi, mendapatkan pengakuan, dan meraih makna.
Oleh sebab itu, jika para sivitas akademika tidak bekerja dan belajar keras, sudah pasti karena realitas kerja dan belajar mereka benar-benar demotivatif. Jangankan di Indonesia, di Amerika saja, seperti dilaporkan oleh Bobbi De Porter, siswa-siswa di sekolah itu tidak berprestasi bukan karena mereka tidak berprestasi tapi karena ada konteks lingkungan belajar yang tidak supermotivatif, tidak menyenangkan, dan murid lebih banyak mendapatkan kecaman daripada apresiasi dan pengakuan.
Dengan kata lain, working and learning shutdown hanya terjadi sebagai akibat dari konteks kerja yang bukan saja demotivatif tapi tidak sejalan dengan hasrat-hasrat manusia di atas. Bayangkan, sekiranya konteks kerja sekolah itu lingkungan-lingkungannya seperti dalam konteks dunia olah raga golf.
Demotivator. Sebagai akibat dari konteks kerja dan belajar yang demotivatif, banyak dosen, karyawan TU dan mahasiswa yang terhalang untuk mengekspresikan hasrat-hasrat mereka. Bukan rahasia, rasa takut dan cemas dalam bekerja dan belajar di lingkungan kampus sekarang ini benar-benar pemandangan kita setiap hari.
Sebagai bukti bahwa lingkungan pendidikan kita tidak menyenangkan bisa kita saksikan bagaimana para mahasiswa kita mengekpsresikan kegembiraannya pada saat dosen tidak hadir di kelas.
Apa yang mereka ekspresikan dan pertontonkan adalah lebih banyak hal-hal yang secara psikologis menunjukkan rasa kekesalan, kekecewaan, kejenuhan, dan keterpenjara-an. Semua itu, bisa kita saksikan dari cara mereka berkata-kata, saling melepaskan rasa, dan berperilaku lainnya.
Begitulah demotivator telah membuat kita bekerja dan belajar tidak sehat, tidak menyenangkan dan tidak produktif. Demotivator-demotivator tersebut adalah; politik, harapan yang tidak jelas, aturan yang tidak perlu, disain kerja/belajar yang buruk, pertemuan atau rapat yang tidak produktif, kurang tindak lanjut, perubahan demi perubahan, kompetisi in­ternal, ketidakjujuran, sikap hipokrit, menahan informasi, tidak fair, responsi yang tidak mendukung, kritik, tidak memanfaatkan kemampuan, toleran terhadap kinerja yang buruk, bertindak asal jadi, ketertutupan manajemen, kontrol berlebihan, takes away, dan pemaksaan bekerja untuk kualitas yang rendah.
Motivator. Motivator adalah kondisi yang mentransformasikan konteks kerja/belajar. Motivator memotivasi karena meningkatkan hasrat. Motivator membuat orang mau terlibat, mau belajar, mau berprestasi, mau memperoleh pengakuan, dan mau yang lain-lainnya lagi. Termasuk ke dalam motivator adalah tindakan, rasa senang, keragaman, masukan, stake sharing, pilihan, tanggung jawab, kesempatan memimpin, interaksi sosial, tim kerja, menggunakan kekuatan, belajar, error tolerance, pengukuran, tujuan, peningkatan, tantangan, dukungan apresiasi, dan signifikansi.
Selanjutnya, Teknologi Motivasi juga harus diterapkan dalam perencanaan, kegiatan produksi, komunikasi, pembelajaran, evaluasi, dan ganjaran.
Perencanaan. Perencanaan merupakan proses berpikir; perencanaan adalah investasi waktu, yang dengan begitu seseorang pada saat sekarang dapat meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang.
Perencanaan merupakan aktivitas kreativitas yang membuat cetak biru ( blue print ) suatu tindakan. Oleh karena itu, setiap perencanaan efektif untuk suatu tindakan akan melahirkan tindakan yang efektif pula. Dalam bahasa Dean R Spitzer (1995: 85), "Those who fail to plan, plan to fail."
Produksi. Kegiatan produksi adalah kegiatan yang menyebabkan para pekerja mendapatkan gaji/honorarium. Produksi juga merupakan proses penambahan nilai. Oleh karena itu, setiap orang di dalam sebuah organisasi pasti terlibat dalam suatu bentuk tindakan produksi.
Mengingat pentingnya kegiatan produksi dalam suatu organisasi, maka lahirlah pendekatan scientific management ala Taylor terhadap kegiatan produksi. Namun saat ini, mengingat perubahan teknologi, informasi, dan kecerdasan para pelanggan, maka kegiatan produksi dalam suatu organisasi sudah banyak yang beranjak kepada pendekatan rekayasa, tidak lagi berdasarkan sistem produksi tradisional.
Untuk keberhasilannya, tentu diperlukan transformasi sistem produksi yang super-motivatif. Di sinilah peran Teknologi Motivasi diperlukan.
Teknologi Motivasi dalam kegiatan produksi dapat dilakukan dalam hal membangun orientasi kerja yang aktif, membuat bekerja/belajar lebih menyenangkan dan efektif, membuat pandangan hidup yang beragam, membuatkan banyak pilihan buat para pekerja/sivitas akademika, memaksimalkan masukan dari karyawan/sivitas akademika, meningkat­kan tanggung jawab dan otoritas karyawan/sivitas akademika, mendu-kung interaksi sosial yang produktif, membangun tim produksi yang supe-rmotivatif, mendorong pengukuran diri, dan menciptakan iklim apresiasi.
Komunikasi. Teknologi Motivasi juga bisa diaplikasikan dalam membangun sistem komunikasi yang SuperMotivatif dan efektif. Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin jika komunikasi dapat dilakukan dengan efektif. Untuk membangun komunikasi yang efektif tersebut perlu dipahami dan dikuasai keterampilan bagaimana membangun sistem komunikasi yang terbuka, berkekuatan, dan interaktif.
Betapa banyak organisasi perusahaan yang hancur hanya karena sistem komunikasinya demotivatif. Dan sebaliknya, betapa IBM berhasil gemilang karena sistem komunikasinya sangat efektif. Bahkan, ada orang yang mengatakan bahwa manajemen yang efektif pada dasarnya adalah komunikasi yang efektif. Manajemen adalah komunikasi.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi Motivasi untuk membangun sistem tindakan-tindakan pembelajaran yang efektif dan supermotivatif.
Teknologi Motivasi akan menunjukkan cara-cara mengeliminasi aspek-aspek demotivatif pembelajaran; bagaimana mentransformasikan secara motivasional sistem pembelajaran, dan membangun sekolah menjadi prolearning organization.
Evaluasi. Tidak ada aspek kerja/belajar yang terbukti sangat konsisten dalam mendemotivasi kegiatan bekerja selain tindakan evaluasi. Padahal, yang menjadi masalah bukan masalah evaluasi sendiri tapi caranya. Terbukti, mengapa evaluasi dalam kegiatan olah raga lebih memotivasi dan dengan antusias dilakukan dalam jumlah jam yang lebih lama? Sementara evaluasi statistik, misal, demotivatif.
Pengukuran dan umpan balik, sebagai dua komponen evaluasi sebenarnya memiliki kekuatan. Pengukuran, sebenarnya, yang merupakan fondasi evaluasi, bisa dibuat menjadi Super Motivatif. Teknologi Motivasi benar-benar dapat melakukannya.
Ganjaran. Sistem ganjaran dalam sebuah organisasi dilakukan dengan banyak cara dan mekanisme, baik formal maupun informal. Metode-metode itu digunakan untuk mengidentifikasi dan mengaplikasikan ganjaran.
Persoalannya, mengapa sebagian ganjaran mengganjar dan sebagian lagi tidak? Perlu diketahui, sebagai prinsip, yang perlu diperhatikan dalam membangun sistem ganjaran adalah hubungan antara ganjaran dan kinerja ( performance ). Hubungan tersebut merupakan komponen yang paling penting dalam sistem ganjaran.
Terlebih ketika pengakuan merupakan ganjaran yang paling utama. Bagaimana caranya kita membangun sistem ganjaran yang dapat memuncakkan prestasi, produktif, efektif, dan Super Motivatif lagi-lagi Teknologi Motivasi dapat melakukannya.
Siklus Motivasi. Dalam perspektif teknologi SuperMotivasi, setiap orang sesungguhnya memiliki kapasitas untuk memiliki motivasi yang tinggi. Ada energi pada tiap diri. Motivasi yang tinggi selalu dibasisi oleh pola pikir yang positif. Kaca pandang yang selalu positif dalam mene-ropong segala hal akan melahirkan emosi yang positif pula, seperti feelings as hapiness, contentment, pride, interest, desire, hope, dan excitement.
Pada gilirannya, emosi yang positif ini akan melahirkan energi yang besar. Karena energinya besar, maka hasil akhir yang diperoleh adalah sikap hidup dan perilaku yang produktif dan kreatif.
Inilah yang dinamakan Spitzer sebagai the motivating cycle. Bila yang terjadi adalah hal-hal sebaliknya, maka Spitzer menyebutnya sebagai the demotivating cycle.
Rangsangan Motivasi. Paling sedikit ada delapan hal yang bisa merangsang orang memiliki motivasi yang bagus. Berhubung rang-sangan-rangsangan tadi bersifat manusiawi, maka setiap orang sesung-guhnya bisa menerapkannya. Persoalannya, ada yang mau tapi tidak tahu ( maghdub ) dan ada yang tahu tapi tidak mau ( dhalin ). Tulisan ini dibuat disertai doa semoga bisa membuat yang tidak tahu menjadi tahu dan yang tidak mau menjadi mau.
Kedelapan hal yang dimaksud adalah: (1) desire for activity, (2) desire for ownership, (3) desire for power, (3) desire for power, (4) desire for afffiliaUon, (5) desire for competence, (6) desire for achievement, (7) desire for recognition, (8) desire for meaning,
Menurut Spitzer, delapan hal ini beranak pinak sampai melahirkan tidak kurang dari dua puluh motivators. Beberapa di antaranya akan dikemukakan di bawah ini. Tulisan ini juga mencoba menyertakan acuan-acuan yang berasal dari firman Tuhan maupun hadis Nabi yang berkenaan dengan persoalan yang diangkat.
Motivators. Motivator merupakan kekuatan yang mempesona yang secara posotif mentransformasikan konteks kerja. Motivator akan menambah hasrat, membuat ingin bekerja, belajar, terlibat, berprestasi, dikenal dan sebagainya.
Action. Tuhan Pencipta Segala berfirman: I'malu fasayarallahu 'amalakum warasuluhu wa al-mu'munun (Bertindaklah kalian. Sesungguhnya Allah, rasul dan orang-orang yang beriman akan menyaksikan tindakan kalian —Q.S. 9: 105). Motivasi adalah keadaan yang aktif, tidak pasif.
 Manusia akan sangat termotivasi secara sangat tinggi pada saat mereka terlibat secara aktif. Semakin seseorang aktif semakin terseraplah orang itu dalam pekerjaan, dan ia pun akan semakin berpikir kreatif dan mengalami emosi-emosi yang positif. Banyak orang merasakan positif dan enerjistik ketika mereka benar-benar sibuk dalam bekerja.
Fun. Qur'an suci mendalilkan: Inna al-insana lirabihi lakanud (Sesunggunya manusia itu sangat suka menerima kasih sayang Tuhannya —Q.S. 100: 6). Senada dengan pernyataan Qur'an tadi, Spitzer menyata-kan bahwa there is nothing more motivating than a job that is fun to do.
Bagi kalangan tradisionalis, menyenangkan dalam bekerja atau belajar merupakan sesuatu yang kontradiksi. Sesuatu yang menyenangkan merupakan sesuatu yang langka dalam situasi pekerjaan atau ruang kuliah. Ada yang bangga kalau berhasil membuat mahasiswa stress, tegang dalam bekerja belajar.
Padahal, menyenangkan dalam bekerja dan belajar akan menambah energi para pekerja atau siswa. Tidak peduli betapa rutinnya suatu pekerjaan tapi situasi dapat dibuat lebih menye­nangkan dengan menginterpresi kegiatan seperti selebrasi (celebrations), canda (humors), kejutan (surprise), dan sebagainya.
Variety. Tuhan menyatakan: Wa qala ya bunaya latadkhulu min babin wahid wadkhulu min abwabin mutafariqah (Dan Nabi Yakub berkata: Hai anak-anakku, janganlah kamu masuk dari satu pintu. Masuklah kalian dari beberapa pintu yang berbeda-beda —12: 67)
Untuk tetap enerjestik dan tekun seseorang membutuhkan variasi yang memadai. Kesamaan ( sameness ) boleh jadi membuat orang nyaman ( comfortable ), tapi juga bisa membuat seseorang menjadi deenerjestik. Salah satu penyakit penting manusia industrial adalah kebosanan ( bore­dom ) yang diakibatkan oleh sameness of routine work. Misalnya, hanya melulu kuliah atau mengajar dan tidak memiliki aktivitas yang lain. Untuk itu diperlukan variasi dalam melakukan kegiatan.
Input. Tuhan Qadhi Rabbul Jalil berkata: Fas'alu ahla al-dzikri in kuntum la ta'lamun. (Q.S. 21: 7), Cara lain yang menarik ( terrific way ) dalam menambah variasi kegiatan adalah dengan menanyakan kepada kawan lain tentang bagaimana caranya meningkatkan belajar mereka.
Choice. Sang Pemilik Kehidupan berkata: Inna hadaynahu al-sabil imma syakira wa ima kafura (Sesungguhnya kami telah menunjukkan jalan kepada mereka, apakah ia bersyukur atau ia mengingkarinya —Q.S. 79: 3. Agaknya, karakteristik manusia paling distingtif adalah kemampuan dan kecenderungan mereka untuk membuat pilihan-pilihan.
Manusia itu full of choices. Sekadar pilihan dapat membuat seseorang menjadi merasakan lebih baik melakukan sesuatu meskipun dari tugas-tugas rutin. Dean R Spitzer menyatakan: choice releases incredible motivational energy by enhanching employees sense of autonomy, self-determination, and control over their lives.
Social Interaction, Interaction Sociale. Manusia Agung Muhammad menyatakan: Laysa minna man ashbaha wa lam yahtam bi umur al-muslimin. Sementara teknologi SuperMotivation Spitzer menyatakan, so­cial interaction not just chatting in the break room or arround the water cooler.
Interaksi sosial yang produktif mencakup aktivitas yang beragam. Misalnya, diskusi kelompok, tugas kerja kooperatif ( cooperativer work as­signment ), peer tutor, saling memberikan keahlian ( expertise sharing ), pemecahan masalah secara bersama-sama ( collaborative problem solving ).
Teamwork. Allah Yang Mahabesar menyatakan: Wa al-muminun wa al-muminat badhuhum awliau ba'din yamuruna bi al-maru'fi wa yanhawna an al-munkar. (Q.S 9: 71). Belakangan Spitzer juga menyata­kan: The most powerful form of social interaction is teamwork.
Error Tolerance. Tuhan berfirman: Warafa'na laka dzikrak; fa inna ma'al al-usri yusra, inna ma'a al-usri yusra. Berkaitan dengan ini, Spitzer menyatakan: In fact, most innovators have found that their greatest succes have usually come on the heels of failure. Konon, Albert Einstein mengakui bahwa 90 persen gagasannya salah.
Thomas Alva Edison gagal sebanyak 1.000 kali dalam percobaan membuat bola listrik. Stein selama 20 tahun karya puisinya tidak pernah diterima untuk dipublikasi. Vincent van Gogh hanya berhasil menjual sebuah lukisan selama hidupnya. Igor Stravisky terlebih dahulu diusir oleh para pecinta musik saat pertama kali ia mempresentasikan komposisi musiknya yang legendaris itu. Atau sebut sederet tokoh lain dari negeri sendiri.
Improvement. Kemajuan bukanlah meraih keberhasilan yang besar hanya dalam sekejap saja. Kemajuan melibatkan serangkaian keber-hasilan-keberhasilan kecil ( a series of little success ). Kemajuan merupakan an route to ever-larger success. Kemajuan gradual agaknya merupakan cara yang paling dapat dipercaya dalam mencapai suatu hasil akhir,
Challenge. Puncak pengalaman dalam hidup selalu terjadi ketika men­tal atau tubuh seseorang menjangkau batas-batasnya (batas maksimum takdir kemakhlukannya). Oleh karena itu, suatu kegiatan akan cepat membosankan jika tidak disertai dengan tantangan.
Begitu juga ketika suatu pekerjaan terlalu mudah untuk dikerjakan akan membuat orang cenderung bergantung kepada kebiasaan. Sudah barang tentu, tantangan butuh sumber, dan sumber tantangan tidak lain adalah kompetisi.
Encouragement. Ketika seseorang merasa kehilangan sesuatu, dorongan akan mengatakan kepada mereka: Ayo kamu bisa. Dosen yang baik atau siapa pun akan sangat memahami pentingnya dorongan.
Mereka amat paham bahwa siapa pun memerlukan dorongan dari waktu ke waktu. Sehebat apa pun seorang mahasiswa atau siapa pun, ia tetap membutuhkan dorongan motivasi untuk menskor a performance touchdown.
Appreciation. Dalam pandangan Spitzer, appreciation is one of the most powerful, least expensive, and most portable motivators available. Oleh karena itu, tidak sedikit organisasi yang motivatif sangat memahami pentingnya apresiasi.
Penutup

Berikut adalah sebuah kisah yang –semoga—memberi inspirasi kepada kita yang memperoleh anugrah ilahi dengan menjadi aparatur negara di sektor layanan publik. Kebenaran sebuah cerita pastilah tidak terletak pada rangkaian cerita, siapa, kapan, dan di mananya cerita itu berlangsung. Kehebatan sebuah cerita adalah sampai seberapa kuat orang yang membaca cerita itu memperoleh pelajaran darinya.
Alkisah, di sebuah malam berguntur, tampak sepasang orang tua yang sudah lanjut usia dan kedinginan memasuki sebuah hotel kecil di kota Philadelphia. Keduanya berharap bisa menemukan sebuah kamar untuk menginap. "Maaf bapak dan ibu, kamar di hotel kami penuh, sama dengan hotel-hotel lainnya karena di kota ini sedang ada tiga konferensi besar," jawab sang penerima tamu.
Setelah diam sejenak, sang penerima tamu ini kembali berujar, "Tapi saya tidak akan membiarkan bapak dan ibu kedinginan di luar pada pukul 1 pagi ini. Maukah bapak dan ibu tidur di kamar saya? Ya, sebuah kamar kecil yang dikhususkan bagi karyawan.
Memang tidak seperti kamar hotel namun bapak dan ibu dapat beristirahat dengan tenang di dalamnya." Semula pasangan itu agak enggan untuk menerima tawaran ini, namun kembali sang penerima tamu ini berkata, "Jangan khawatirkan di mana saya akan tidur. Saya masih muda dan bisa tidur di mana saja."
Keesokan harinya saat pasangan ini akan pergi, sang pria berujar kepada penerima tamu yang baik hati itu, "Anda seharusnya menjadi bos hotel terhebat di Amerika. Mungkin suatu hari nanti saya akan membangun sebuah hotel untuk Anda." Sang penerima tamu ini hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Dua tahun kemudian, penerima tamu ini menerima sepucuk surat berikut sebuah tiket untuk berangkat ke kota New York. Pengirim surat tersebut adalah pria tua tersebut. Penerima tamu ini pun berangkat. Ia dijemput oleh sepasang orang tua yang pernah ditolongnya itu.
Mereka kemudian menuju ke sebuah perempatan jalan besar. "Itu," kata si pria tua sambil menunjuk ke sebuah gedung besar, "adalah sebuah hotel yang saya bangun khusus untuk Anda kelola." "Anda pasti bergurau," kata sang penerima tamu. "Saya jamin, saya tidak sedang bergurau," kata si pria tua ini sambil tersenyum. Nama pria tua itu adalah William Waldorf Astor dan gedung besar itu adalah Waldorf – Astoria hotel yang pertama. Dan penerima tamu yang baik hati itu adalah George C. Boldt, manager pertama hotel itu.
Cerita di atas, jika kita renungkan baik-baik, akan membuat kita merinding "merinding". Betapa tidak, sebuah perubahan besar terjadi hanya karena hati yang mau melayani. Benarlah apa yang pernah dikatakan oleh Martin Luther King, Jr, "Semua orang bisa menjadi orang hebat karena semua orang bisa melayani.
Anda tidak memerlukan ijazah perguruan tinggi untuk dapat melayani. Anda tidak perlu menimbang-nimbang dan memutuskan untuk melayani. Yang Anda butuhkan hanya hati yang penuh belas kasihan. Jiwa yang digerakkan oleh kasih."
Tapi, benarkah kalau sikap yang mau melayani dapat membawa kita pada kesuksesan hidup? Tanyakan kepada banyak perusahaan besar, apa kunci prestasi mereka sehingga perusahaan mereka bisa bertahan di tengah maraknya persaingan bahkan terus bertumbuh. Kita berani memastikan bahwa salah satu kunci terpenting adalah kesediaan untuk melayani pelanggan.
Tidak heran jika tema "kepuasan pelanggan" menjadi begitu penting dalam beberapa tahun terakhir ini. Perusahaan yang senantiasa mau mendengarkan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen niscaya akan lebih mudah dalam meraih dan mempertahankan kesuksesannya.
Sebenarnya paradigma melayani bukanlah sesuatu yang baru. Lebih dari 2.000 tahun silam, seorang guru spiritual telah mengajarkan bahkan mempraktekkan hal yang sama. Dengan jelas Ia mengatakan bahwa siapa pun yang ingin menjadi terbesar harus mau menjadi pelayan. "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.
Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayan, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti aku datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani," katanya kepada para muridnya.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana agar kita juga bisa memiliki hati yang mau melayani. Pertama,pandanglah pekerjaan kita sebagai kesempatan untuk memuliakan nama Sang Pemberi Hidup. Kedua, pandanglah kehidupan ini sebagai kesempatan untuk membantu orang lain menjadi lebih baik.
Dengan demikian, hidup Anda akan jauh lebih bermakna. Motivator kelas dunia, Zig Ziglar pernah berkata, "Anda bisa memperoleh apa pun dalam kehidupan ini sepanjang Anda juga mau menolong orang lain memperoleh apa yang mereka inginkan."
Ketiga,sadarilah bahwa apa yang kita tabur akan kita tuai. Jika kita selalu melakukan yang terbaik, kita pasti akan menerima upahnya. Begitu pun sebaliknya! Sayangnya, para karyawan sering tidak menyadari kalau para pelangganlah yang menggaji mereka, bukan sang pemilik atau pemimpin perusahaan.
Itulah sebabnya mereka kerap mengabaikan suara dan keluhan pelanggan. Padahal jika pelanggan diperlakukan dengan baik, semua akan menuai keuntungannya.
Jadi, kepada seluruh aparatur negara, selamat melayani!
Bahan Bacaan
  1. Abdul Aziz Al-Khayyat. 1994. Etika Bekerja dalam Islam, Jakarta, Gema Insani Press.
  2. Abdul Hamid Mursi. 2001. SDM yang Produktif, Jakarta, Gema insani Press.
  3. Abdullah Gymnastiar. 2004. Aku Bisa: Manajemen Qolbu untuk Melejitkan Potensi. Bandung: MQ. Publishing.
  4. __________________. 2004. Demi Masa: Menggenggam Waktu Meraih Keunggulan Diri. Bandung: MQ. Publishing


No comments:

Post a Comment