MOTIVASI DAN MENTAL KERJA
Oleh Emma Himayaturohmah
Latar
Belakang
Pegawai
negeri sipil biasanya diidentikkan dengan orang yang bekerja asal saja, tidak
kompeten, tidak semangat, hasil kerja yang seadanya, dan kurang berprestasi di
bidangnya. Hal ini karena banyak yang beranggapan bahwa mereka bekerja dengan
rajin, mereka produktif atau tidak, mereka berprestasi atau tidak, semua itu
tidak berpengaruh terhadap penghasilan mereka sebagai PNS.
.Hal ini kalau ditinjau dari segi penerimaan
gaji, memang begitu adanya. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang PNS sebagai
karyawan sesungguhnya sangat merugikan pemerintah. Hal itu membuat pemerintah
membayar orang yang tidak siap bekerja mencapai tujuan yang diinginkan lembaga
yan mempekerjakan mereka.
Dari
sudut pandang agama, apalagi. Mental yang seperti itu sangat mempengaruhi
bagaimana hidup mereka secara keseluruhan. Mereka tidak akan menunjukkan
kinerja yang optimal jika tidak ada materi di belakangnya. Padahal, jika kita
sudah bekerja di suatu lembaga, pekerjaan yang ditugaskan adalah amanah yang
harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Hal ini akan memberikan makna yang
menjangkau kegidupan setelalah kehidupan dunia ini.
Hal ini
mungkin salah satunya disebabkan oleh motivasi mereka yang rendah terhadap
pekerjaan mereka, terhadap diri mereka sendiri dan terhadap lembaga atau
institusi di mana mereka bekerja. Sehingga pemahaman mereka tentang bagaimana
motivasi bekerja yang baik sehingga melahirkan mental yang baik, sangat penting
difahami oleh seluruh PNS.
Keluar Dari Penjara Mental
Orang sering bertanya, mengapa ada orang sukses
dan, sebaliknya, mengapa banyak orang gagal? Jawabannya sudah pasti
macam-macam. Jawaban yang muncul biasanya justru bersifat menghambat diri
mereka untuk bisa mencapai keberhasilan hidup. Jawaban-jawaban itu mencerminkan
sistem kepercayaan yang justru telah mengurung mereka dalam satu zona
kenyamanan yang tidak nyaman, dan telah menjadi penjara mental yang tidak
mereka sadari.
Penjara mental yang dimaksud adalah berbagai
kepercayaan yang salah, yang diterima sebagai sesuatu yang benar, tanpa pernah
diperiksa keabsahan dan kebenaran kepercayaan itu.
Setiap kali ada pertanyaan, "Mengapa orang
sukses?", jawaban standar yang muncul adalah karena faktor keturunan,
hoki, pendidikan, koneksi, hari lahir/jam lahir, nasib, jenis kelamin,
shio/zodiak, modal, dan kesehatan / fisik. Anehnya, bila diajukan pertanyaan,
"Mengapa orang gagal?", maka jawabannya kurang lebih sama dengan jawaban
di atas.
Begitulah. Kita telah terkungkung dalam
penjara mental yang kita buat sendiri.
Penjara yang umum kita kenal adalah tempat
untuk mengurung seseorang, untuk periode waktu tertentu, yang telah berbuat
kesalahan atau kejahatan. Selama seseorang berada di penjara maka ia kehilangan
kebebasan dan sebagian hak-haknya sebagai warga negara. Narapidana menjalani
hidup yang monoton dan terisolasi dari dunia luar sampai masa hukumannya habis.
Penjara mental menjalankan fungsi yang sama.
Namun sangat banyak orang yang secara sadar atau tidak sadar telah memasukkan
diri mereka ke penjara yang tidak kasat mata, yang lebih mengerikan, dan dapat
mengurung diri mereka seumur hidup.
Satu-satunya cara untuk keluar dari penjara
mental adalah dengan secara sadar menelaah setiap kepercayaan yang dipegang
seseorang. Tidak ada kepercayaan yang baik atau buruk. Yang ada adalah
kepercayaan yang mendukung dan menghambat.
Kepercayaan seseorang mengendalikan cara
berpikir, sikap, perilaku, bagaimana ia menggunakan waktunya, siapa kawannya,
buku apa yang ia baca, gaya hidup, penghasilan, dan masih banyak aspek lain.
Kita sering bertemu dengan orang yang berkata,
"Uang adalah akar dari segala kejahatan". Orang dengan kepercayaan
ini biasanya hidupnya biasa-biasa saja, cenderung agak kekurangan. Mereka telah
mengadopsi kepercayaan yang salah. Kepercayaan ini telah menjadi penjara mental
mereka.
Kepercayaan adalah sesuatu yang bersifat
pribadi. Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa apa pun kepercayaan yang
kita pegang maka kepercayaan ini akan mempengaruhi hidup kita.
Bagaimana agar kita bisa keluar dari penjara
mental (mental block) yang menyusahkan ini? Jawabannya: kita harus
membangun sebuah konsep diri yang positif.
Konsep diri? Makhluk apakah gerangan ia?
Benarkah ia yang membuat seseorang melambung ke puncak sukses dan sebaliknya
menyebabkan seseorang terjeembab ke lubang kehidupan?
Perubahan dunia yang sangat pesat membuat
persaingan hidup semakin meningkat. Para orangtua saat ini berlomba-lomba untuk
memberikan bekal pendidikan, yang dipercayai sebagai bekal terbaik bagi anak
yaitu pendidikan. Asumsi orangtua pada umumnya adalah semakin tinggi level
pendidikan formal maka akan semakin terjamin masa depan anaknya. Apakah benar
demikian?
Untuk menjawab pertanyaan itu kita perlu
melihat ke sekeliling kita. Berapa jumlah sarjana yang "ngganggur"?
Berapa jumlah lulusan luar negeri, yang setelah pulang ke Indonesia, tidak bisa
bekerja atau tidak berhasil? Berapa banyak yang lulus cum laude namun
prestasi hidupnya biasa-biasa? Sebaliknya ada banyak orang yang prestasi
akademiknya biasa-biasa namun prestasi hidupnya sangat luar biasa. Jadi,
sebenarnya prestasi akademik bukan merupakan jaminan keberhasilan hidup.
Hasil penelitian yang dilakukan di Amerika
oleh Dr. Eli Ginzberg beserta timnya menemukan satu hasil yang mencengangkan.
Penelitian ini melibatkan 342 subyek penelitian yang merupakan lulusan dari
berbagai disiplin ilmu. Para subyek penelitian ini adalah mahasiswa yang
berhasil mendapatkan bea siswa dari Colombia University. Dr. Ginzberg dan
timnya meneliti seberapa sukses 342 mahasiswa itu dalam hidup mereka, lima
belas tahun setelah mereka menyelesaikan studi mereka. Hasil penelitian yang
benar-benar mengejutan para peneliti itu adalah: mereka yang lulus dengan mendapat penghargaan (predikat memuaskan, cum
laude atau summa cum laude), mereka yang mendapatkan penghargaan atas prestasi
akademiknya ternyata lebih cenderung berprestasi biasa-biasa.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak
ada hubungan langsung antara keberhasilan akademik dan keberhasilan hidup. Lalu
faktor apa yang menjadi kunci keberhasilan hidup manusia?
Kunci keberhasilan hidup adalah konsep diri
positif. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan
keberhasilan hidup seseorang, karena konsep diri dapat dianalogikan sebagai
suatu operating
system yang menjalankan suatu komputer.
Terlepas dari sebaik apapun perangkat keras
komputer dan program yang di-install, apabila sistem operasinya tidak baik dan
banyak kesalahan maka komputer tidak dapat bekerja dengan maksimal. Hal yang sama berlaku bagi manusia.
Konsep diri adalah sistem operasi yang
menjalankan komputer mental, yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang.
Konsep diri ini setelah ter-install akan masuk di pikiran bawah sadar dan mempunyai
bobot pengaruh sebesar 88% terhadap level kesadaran seseorang dalam suatu saat.
Semakin baik konsep diri maka akan semakin mudah seseorang untuk berhasil.
Demikian pula sebaliknya.
Kita dapat melihat konsep diri seseorang dari
sikap mereka. Konsep diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya
diri, tidak berani mencoba hal-hal baru, tidak berani mencoba hal yang
menantang, takut gagal, takut sukses, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa
diri tidak berharga, merasa tidak layak untuk sukses, pesimis, dan masih banyak
perilaku inferior lainnya.
Sebaliknya orang yang konsep dirinya baik akan
selalu optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses, berani gagal,
percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup,
bersikap dan berpikir positif, dan dapat menjadi seorang pemimpin yang handal.
Memelihara Motivasi Mewaspadai Demotivasi
Motivasi adalah potensi untuk bertindak dan
mengarahkan perilaku yang inheren dalam sebuah sistem kontrol perilaku. la
merupakan penentu akhir bagi terwujudnya fungsi pengetahuan dan keterampilan. Menurut
Steven R. Covey, kebiasaan adalah titik temu dari pengetahuan, keterampilan,
dan motivasi. Dengan begitu, memotivasi seseorang untuk sesuatu itu harus
dengan mempengaruhi emosi-emosinya (Dean R. Spitzer, 1995). Dan kaidahnya,
emosi yang positif akan melahirkan perilaku yang positif pula.
Teknologi Motivasi akan melibatkan dua proses
yang paralel: mereduksi demotivator-demotivator dan menambahkan
motivator-motivator. Kedua kombinasi proses tersebut akan menciptakan
peningkatan yang dramatik dalam iklim motivasi organisasi yang berkeinginan
untuk menerima tantangan.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan demotivator
di sini adalah segala kejadian barian yang melahirkan omelan dan membuat frustasi
para sivitas akademika dan menguras banyak enerji mereka. Sedangkan yang
dimaksud motivator bukanlah orang-orang tapi kondisi-kondisi lingkungan.
Motivator harus benar-benar menjadi bagian
dari organisasi itu sendiri. Dengan kata lain, motivator harus menjadi
organisasi itu sendiri (artinya seluruh orang yang ada di dalam organisasi
sekolah benar-benar memiliki potensi motivasional yang tak terbatas).
Motivasi yang tinggi acapkali diibaratkan
sebagai sesuatu yang dapat membuat seorang ibu yang hanya dengan berat 100
pound dapat membebaskan anaknya dari bawah truk yang beratnya 3.000 pound;
sesuatu yang membuat seorang pelari melesat dari bantalan dan memenangkan
perlombaan; sesuatu yang dapat membuat manusia biasa dapat mencapai puncak
prestasi; sesuatu yang dapat membuat sebuah tim kerja dapat mencapai tujuan
yang semula tampak tidak mungkin dapat dicapai.
Teknologi Motivasi, seperti dikatakan di atas,
bukanlah sekadar koleksi dari teknik-teknik memotivasi yang terisolasi, tetapi
ia juga merupakan teknologi yang mendekati tindakan memotivasi dengan sempurna,
baik dalam mengubah konteks kerja, mereduksi demotivator, menambah motivator,
maupun dalam tindakan perencanaan, produksi, komunikasi, pelatihan atau
pembelajaran, evaluasi, dan pemberian ganjaran.
Hanya saja, untuk dapat menggunakan teknologi
ini dengan berhasil diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang mendasarinya.
Konteks kerja. Tidak ada aktivitas yang begitu memotivasi,
atau begitu memiliki kepentingan psikologis dan spiritual, seperti kerja dan
belajar. Sebagai orang dewasa, kita banyak menggunakan waktu jaga kita untuk
bekerja. Bagi banyak orang, bekerja merupakan sumber utama identitas pribadi
dan makna hidup.
Kita tidak hanya bekerja semata-mata untuk
uang, apalagi pekerjaan pendidikan dan pembelajaran. Perlu diketahui bahwa
manusia memiliki hasrat beraktivitas, memiliki, berkuasa, berafiliasi,
berkemampuan, berprestasi, mendapatkan pengakuan, dan meraih makna.
Oleh sebab itu, jika para sivitas akademika
tidak bekerja dan belajar keras, sudah pasti karena realitas kerja dan belajar
mereka benar-benar demotivatif. Jangankan di Indonesia, di Amerika saja,
seperti dilaporkan oleh Bobbi De Porter, siswa-siswa di sekolah itu tidak
berprestasi bukan karena mereka tidak berprestasi tapi karena ada konteks
lingkungan belajar yang tidak supermotivatif, tidak menyenangkan, dan murid
lebih banyak mendapatkan kecaman daripada apresiasi dan pengakuan.
Dengan kata lain, working and learning
shutdown hanya terjadi sebagai akibat dari konteks kerja yang bukan saja
demotivatif tapi tidak sejalan dengan hasrat-hasrat manusia di atas. Bayangkan,
sekiranya konteks kerja sekolah itu lingkungan-lingkungannya seperti dalam
konteks dunia olah raga golf.
Demotivator. Sebagai akibat dari konteks kerja dan
belajar yang demotivatif, banyak dosen, karyawan TU dan mahasiswa yang
terhalang untuk mengekspresikan hasrat-hasrat mereka. Bukan rahasia, rasa takut
dan cemas dalam bekerja dan belajar di lingkungan kampus sekarang ini
benar-benar pemandangan kita setiap hari.
Sebagai bukti bahwa lingkungan pendidikan kita
tidak menyenangkan bisa kita saksikan bagaimana para mahasiswa kita
mengekpsresikan kegembiraannya pada saat dosen tidak hadir di kelas.
Apa yang mereka ekspresikan dan pertontonkan
adalah lebih banyak hal-hal yang secara psikologis menunjukkan rasa kekesalan,
kekecewaan, kejenuhan, dan keterpenjara-an. Semua itu, bisa kita saksikan dari
cara mereka berkata-kata, saling melepaskan rasa, dan berperilaku lainnya.
Begitulah demotivator telah membuat kita
bekerja dan belajar tidak sehat, tidak menyenangkan dan tidak produktif.
Demotivator-demotivator tersebut adalah; politik, harapan yang tidak jelas,
aturan yang tidak perlu, disain kerja/belajar yang buruk, pertemuan atau rapat
yang tidak produktif, kurang tindak lanjut, perubahan demi perubahan, kompetisi
internal, ketidakjujuran, sikap hipokrit, menahan informasi, tidak fair,
responsi yang tidak mendukung, kritik, tidak memanfaatkan kemampuan, toleran
terhadap kinerja yang buruk, bertindak asal jadi, ketertutupan manajemen,
kontrol berlebihan, takes away, dan pemaksaan bekerja untuk kualitas yang
rendah.
Motivator. Motivator adalah kondisi yang
mentransformasikan konteks kerja/belajar. Motivator memotivasi karena
meningkatkan hasrat. Motivator membuat orang mau terlibat, mau belajar, mau
berprestasi, mau memperoleh pengakuan, dan mau yang lain-lainnya lagi. Termasuk
ke dalam motivator adalah tindakan, rasa senang, keragaman, masukan, stake
sharing, pilihan, tanggung jawab, kesempatan memimpin, interaksi sosial,
tim kerja, menggunakan kekuatan, belajar, error tolerance, pengukuran,
tujuan, peningkatan, tantangan, dukungan apresiasi, dan signifikansi.
Selanjutnya, Teknologi Motivasi juga harus
diterapkan dalam perencanaan, kegiatan produksi, komunikasi, pembelajaran,
evaluasi, dan ganjaran.
Perencanaan. Perencanaan merupakan proses berpikir;
perencanaan adalah investasi waktu, yang dengan begitu seseorang pada saat
sekarang dapat meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang.
Perencanaan merupakan aktivitas kreativitas
yang membuat cetak biru ( blue print ) suatu tindakan. Oleh karena itu,
setiap perencanaan efektif untuk suatu tindakan akan melahirkan tindakan yang
efektif pula. Dalam bahasa Dean R Spitzer (1995:
85), "Those who fail to plan, plan to fail."
Produksi. Kegiatan produksi adalah kegiatan yang menyebabkan para pekerja
mendapatkan gaji/honorarium. Produksi juga merupakan proses penambahan nilai. Oleh karena itu, setiap
orang di dalam sebuah organisasi pasti terlibat dalam suatu bentuk tindakan
produksi.
Mengingat pentingnya kegiatan produksi dalam
suatu organisasi, maka lahirlah pendekatan scientific management ala
Taylor terhadap kegiatan produksi. Namun saat ini, mengingat perubahan
teknologi, informasi, dan kecerdasan para pelanggan, maka kegiatan produksi
dalam suatu organisasi sudah banyak yang beranjak kepada pendekatan rekayasa,
tidak lagi berdasarkan sistem produksi tradisional.
Untuk keberhasilannya, tentu diperlukan
transformasi sistem produksi yang super-motivatif. Di sinilah peran Teknologi
Motivasi diperlukan.
Teknologi Motivasi dalam kegiatan produksi
dapat dilakukan dalam hal membangun orientasi kerja yang aktif, membuat
bekerja/belajar lebih menyenangkan dan efektif, membuat pandangan hidup yang
beragam, membuatkan banyak pilihan buat para pekerja/sivitas akademika,
memaksimalkan masukan dari karyawan/sivitas akademika, meningkatkan tanggung
jawab dan otoritas karyawan/sivitas akademika, mendu-kung interaksi sosial yang
produktif, membangun tim produksi yang supe-rmotivatif, mendorong pengukuran
diri, dan menciptakan iklim apresiasi.
Komunikasi. Teknologi Motivasi juga bisa diaplikasikan
dalam membangun sistem komunikasi yang SuperMotivatif dan efektif. Tidak ada
sesuatu yang tidak mungkin jika komunikasi dapat dilakukan dengan efektif.
Untuk membangun komunikasi yang efektif tersebut perlu dipahami dan dikuasai
keterampilan bagaimana membangun sistem komunikasi yang terbuka, berkekuatan,
dan interaktif.
Betapa banyak organisasi perusahaan yang
hancur hanya karena sistem komunikasinya demotivatif. Dan sebaliknya, betapa
IBM berhasil gemilang karena sistem komunikasinya sangat efektif. Bahkan, ada
orang yang mengatakan bahwa manajemen yang efektif pada dasarnya adalah
komunikasi yang efektif. Manajemen adalah komunikasi.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi Motivasi
untuk membangun sistem tindakan-tindakan pembelajaran yang efektif dan
supermotivatif.
Teknologi Motivasi akan menunjukkan cara-cara
mengeliminasi aspek-aspek demotivatif pembelajaran; bagaimana mentransformasikan
secara motivasional sistem pembelajaran, dan membangun sekolah menjadi prolearning
organization.
Evaluasi. Tidak ada aspek kerja/belajar yang terbukti
sangat konsisten dalam mendemotivasi kegiatan bekerja selain tindakan evaluasi.
Padahal, yang menjadi masalah bukan masalah evaluasi sendiri tapi caranya.
Terbukti, mengapa evaluasi dalam kegiatan olah raga lebih memotivasi dan dengan
antusias dilakukan dalam jumlah jam yang lebih lama? Sementara evaluasi
statistik, misal, demotivatif.
Pengukuran dan umpan balik, sebagai dua
komponen evaluasi sebenarnya memiliki kekuatan. Pengukuran, sebenarnya, yang
merupakan fondasi evaluasi, bisa dibuat menjadi Super Motivatif. Teknologi
Motivasi benar-benar dapat melakukannya.
Ganjaran. Sistem ganjaran dalam sebuah organisasi
dilakukan dengan banyak cara dan mekanisme, baik formal maupun informal.
Metode-metode itu digunakan untuk mengidentifikasi dan mengaplikasikan
ganjaran.
Persoalannya, mengapa sebagian ganjaran
mengganjar dan sebagian lagi tidak? Perlu diketahui, sebagai prinsip, yang
perlu diperhatikan dalam membangun sistem ganjaran adalah hubungan antara
ganjaran dan kinerja ( performance ). Hubungan tersebut merupakan
komponen yang paling penting dalam sistem ganjaran.
Terlebih ketika pengakuan merupakan ganjaran
yang paling utama. Bagaimana caranya kita membangun sistem ganjaran yang dapat
memuncakkan prestasi, produktif, efektif, dan Super Motivatif lagi-lagi
Teknologi Motivasi dapat melakukannya.
Siklus Motivasi. Dalam perspektif teknologi SuperMotivasi,
setiap orang sesungguhnya memiliki kapasitas untuk memiliki motivasi yang
tinggi. Ada energi pada tiap diri. Motivasi yang tinggi selalu dibasisi oleh
pola pikir yang positif. Kaca pandang yang selalu positif dalam mene-ropong
segala hal akan melahirkan emosi yang positif pula, seperti feelings as
hapiness, contentment, pride, interest, desire, hope, dan excitement.
Pada gilirannya, emosi yang positif ini akan
melahirkan energi yang besar. Karena energinya besar, maka hasil akhir yang
diperoleh adalah sikap hidup dan perilaku yang produktif dan kreatif.
Inilah yang dinamakan Spitzer sebagai the
motivating cycle. Bila yang terjadi adalah hal-hal sebaliknya, maka Spitzer
menyebutnya sebagai the demotivating cycle.
Rangsangan Motivasi. Paling sedikit ada delapan hal yang bisa
merangsang orang memiliki motivasi yang bagus. Berhubung rang-sangan-rangsangan
tadi bersifat manusiawi, maka setiap orang sesung-guhnya bisa menerapkannya.
Persoalannya, ada yang mau tapi tidak tahu ( maghdub ) dan ada yang tahu
tapi tidak mau ( dhalin ). Tulisan ini dibuat disertai doa semoga bisa
membuat yang tidak tahu menjadi tahu dan yang tidak mau menjadi mau.
Kedelapan hal yang dimaksud adalah: (1) desire
for activity, (2) desire for ownership, (3) desire for power,
(3) desire for power, (4) desire for afffiliaUon, (5) desire
for competence, (6) desire for achievement, (7) desire for
recognition, (8) desire for meaning,
Menurut Spitzer, delapan hal ini beranak pinak
sampai melahirkan tidak kurang dari dua puluh motivators. Beberapa di
antaranya akan dikemukakan di bawah ini. Tulisan ini juga mencoba menyertakan
acuan-acuan yang berasal dari firman Tuhan maupun hadis Nabi yang berkenaan
dengan persoalan yang diangkat.
Motivators. Motivator merupakan kekuatan yang mempesona
yang secara posotif mentransformasikan konteks kerja. Motivator akan menambah
hasrat, membuat ingin bekerja, belajar, terlibat, berprestasi, dikenal dan
sebagainya.
Action. Tuhan Pencipta Segala berfirman: I'malu
fasayarallahu 'amalakum warasuluhu wa al-mu'munun (Bertindaklah kalian.
Sesungguhnya Allah, rasul dan orang-orang yang beriman akan menyaksikan
tindakan kalian —Q.S. 9: 105). Motivasi adalah keadaan yang aktif, tidak pasif.
Manusia
akan sangat termotivasi secara sangat tinggi pada saat mereka terlibat secara aktif.
Semakin seseorang aktif semakin terseraplah orang itu dalam pekerjaan, dan ia
pun akan semakin berpikir kreatif dan mengalami emosi-emosi yang positif.
Banyak orang merasakan positif dan enerjistik ketika mereka benar-benar sibuk
dalam bekerja.
Fun. Qur'an suci mendalilkan: Inna al-insana
lirabihi lakanud (Sesunggunya manusia itu sangat suka menerima kasih sayang
Tuhannya —Q.S. 100: 6). Senada dengan
pernyataan Qur'an tadi, Spitzer menyata-kan bahwa there is nothing more
motivating than a job that is fun to do.
Bagi kalangan tradisionalis, menyenangkan dalam
bekerja atau belajar merupakan sesuatu yang kontradiksi. Sesuatu yang
menyenangkan merupakan sesuatu yang langka dalam situasi pekerjaan atau ruang
kuliah. Ada yang bangga kalau berhasil membuat mahasiswa stress, tegang dalam
bekerja belajar.
Padahal, menyenangkan dalam bekerja dan belajar
akan menambah energi para pekerja atau siswa. Tidak peduli betapa rutinnya
suatu pekerjaan tapi situasi dapat dibuat lebih menyenangkan dengan
menginterpresi kegiatan seperti selebrasi (celebrations), canda (humors),
kejutan (surprise), dan sebagainya.
Variety. Tuhan menyatakan: Wa qala ya bunaya latadkhulu min babin wahid
wadkhulu min abwabin mutafariqah (Dan Nabi Yakub berkata: Hai anak-anakku,
janganlah kamu masuk dari satu pintu. Masuklah kalian dari beberapa pintu yang
berbeda-beda —12: 67)
Untuk tetap enerjestik dan tekun seseorang
membutuhkan variasi yang memadai. Kesamaan ( sameness ) boleh jadi
membuat orang nyaman ( comfortable ), tapi juga bisa membuat seseorang
menjadi deenerjestik. Salah satu penyakit penting manusia industrial
adalah kebosanan ( boredom ) yang diakibatkan oleh sameness of
routine work. Misalnya, hanya melulu kuliah atau mengajar dan tidak
memiliki aktivitas yang lain. Untuk itu diperlukan variasi dalam melakukan
kegiatan.
Input. Tuhan Qadhi Rabbul Jalil berkata: Fas'alu ahla al-dzikri in
kuntum la ta'lamun. (Q.S. 21: 7), Cara lain yang menarik ( terrific way
) dalam menambah variasi kegiatan adalah dengan menanyakan kepada kawan lain tentang
bagaimana caranya meningkatkan belajar mereka.
Choice. Sang Pemilik Kehidupan berkata: Inna hadaynahu al-sabil imma
syakira wa ima kafura (Sesungguhnya kami telah menunjukkan jalan kepada
mereka, apakah ia bersyukur atau ia mengingkarinya —Q.S. 79: 3. Agaknya, karakteristik manusia paling distingtif
adalah kemampuan dan kecenderungan mereka untuk membuat pilihan-pilihan.
Manusia itu full of choices. Sekadar
pilihan dapat membuat seseorang menjadi merasakan lebih baik melakukan sesuatu
meskipun dari tugas-tugas rutin. Dean R Spitzer menyatakan: choice releases
incredible motivational energy by enhanching employees sense of autonomy, self-determination,
and control over their lives.
Social Interaction, Interaction Sociale. Manusia Agung Muhammad menyatakan: Laysa
minna man ashbaha wa lam yahtam bi umur al-muslimin. Sementara teknologi SuperMotivation
Spitzer menyatakan, social interaction not just chatting in the break room
or arround the water cooler.
Interaksi sosial yang produktif mencakup
aktivitas yang beragam. Misalnya, diskusi kelompok, tugas kerja kooperatif ( cooperativer
work assignment ), peer tutor, saling memberikan keahlian ( expertise
sharing ), pemecahan masalah secara bersama-sama ( collaborative problem
solving ).
Teamwork. Allah Yang Mahabesar menyatakan: Wa al-muminun wa al-muminat
badhuhum awliau ba'din yamuruna bi al-maru'fi wa yanhawna an al-munkar.
(Q.S 9: 71). Belakangan Spitzer juga menyatakan: The most powerful form of
social interaction is teamwork.
Error Tolerance. Tuhan berfirman: Warafa'na laka dzikrak; fa inna ma'al al-usri
yusra, inna ma'a al-usri yusra. Berkaitan dengan ini, Spitzer menyatakan: In
fact, most innovators have found that their greatest succes have usually come
on the heels of failure. Konon, Albert Einstein mengakui bahwa 90 persen
gagasannya salah.
Thomas Alva Edison gagal sebanyak 1.000 kali
dalam percobaan membuat bola listrik. Stein selama 20 tahun karya puisinya
tidak pernah diterima untuk dipublikasi. Vincent van Gogh hanya berhasil
menjual sebuah lukisan selama hidupnya. Igor Stravisky terlebih dahulu diusir oleh para pecinta
musik saat pertama kali ia mempresentasikan komposisi musiknya yang legendaris
itu. Atau sebut sederet tokoh lain dari negeri sendiri.
Improvement. Kemajuan bukanlah meraih keberhasilan yang
besar hanya dalam sekejap saja. Kemajuan melibatkan serangkaian
keber-hasilan-keberhasilan kecil ( a series of little success ).
Kemajuan merupakan an route to ever-larger success. Kemajuan gradual
agaknya merupakan cara yang paling dapat dipercaya dalam mencapai suatu hasil
akhir,
Challenge. Puncak pengalaman dalam hidup selalu terjadi
ketika mental atau tubuh seseorang menjangkau batas-batasnya (batas maksimum
takdir kemakhlukannya). Oleh karena itu, suatu kegiatan akan cepat membosankan jika
tidak disertai dengan tantangan.
Begitu juga ketika suatu pekerjaan terlalu
mudah untuk dikerjakan akan membuat orang cenderung bergantung kepada
kebiasaan. Sudah barang tentu, tantangan butuh sumber, dan sumber tantangan
tidak lain adalah kompetisi.
Encouragement. Ketika seseorang merasa kehilangan sesuatu,
dorongan akan mengatakan kepada mereka: Ayo kamu bisa. Dosen yang baik
atau siapa pun akan sangat memahami pentingnya dorongan.
Mereka amat paham bahwa siapa pun memerlukan
dorongan dari waktu ke waktu. Sehebat apa pun seorang mahasiswa atau siapa pun,
ia tetap membutuhkan dorongan motivasi untuk menskor a performance touchdown.
Appreciation. Dalam pandangan Spitzer, appreciation is one of the most
powerful, least expensive, and most portable motivators available. Oleh
karena itu, tidak sedikit organisasi yang motivatif sangat memahami pentingnya
apresiasi.
Penutup
Berikut adalah sebuah kisah yang
–semoga—memberi inspirasi kepada kita yang memperoleh anugrah ilahi dengan
menjadi aparatur negara di sektor layanan publik. Kebenaran sebuah cerita
pastilah tidak terletak pada rangkaian cerita, siapa, kapan, dan di mananya
cerita itu berlangsung. Kehebatan sebuah cerita adalah sampai seberapa kuat
orang yang membaca cerita itu memperoleh pelajaran darinya.
Alkisah, di sebuah malam berguntur, tampak
sepasang orang tua yang sudah lanjut usia dan kedinginan memasuki sebuah hotel
kecil di kota Philadelphia. Keduanya berharap bisa menemukan sebuah kamar untuk
menginap. "Maaf bapak dan ibu, kamar di hotel kami penuh, sama dengan
hotel-hotel lainnya karena di kota ini sedang ada tiga konferensi besar,"
jawab sang penerima tamu.
Setelah diam sejenak, sang penerima tamu ini
kembali berujar, "Tapi saya tidak akan membiarkan bapak dan ibu kedinginan
di luar pada pukul 1 pagi ini. Maukah bapak dan ibu tidur di kamar saya? Ya,
sebuah kamar kecil yang dikhususkan bagi karyawan.
Memang tidak seperti kamar hotel namun bapak
dan ibu dapat beristirahat dengan tenang di dalamnya." Semula pasangan itu
agak enggan untuk menerima tawaran ini, namun kembali sang penerima tamu ini
berkata, "Jangan khawatirkan di mana saya akan tidur. Saya masih muda dan
bisa tidur di mana saja."
Keesokan harinya saat pasangan ini akan pergi,
sang pria berujar kepada penerima tamu yang baik hati itu, "Anda
seharusnya menjadi bos hotel terhebat di Amerika. Mungkin suatu hari nanti saya
akan membangun sebuah hotel untuk Anda." Sang penerima tamu ini hanya
tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Dua tahun kemudian, penerima tamu ini menerima
sepucuk surat berikut sebuah tiket untuk berangkat ke kota New York. Pengirim
surat tersebut adalah pria tua tersebut. Penerima tamu ini pun berangkat. Ia
dijemput oleh sepasang orang tua yang pernah ditolongnya itu.
Mereka kemudian menuju ke sebuah perempatan
jalan besar. "Itu," kata si pria tua sambil menunjuk ke sebuah gedung
besar, "adalah sebuah hotel yang saya bangun khusus untuk Anda
kelola." "Anda pasti bergurau," kata sang penerima tamu.
"Saya jamin, saya tidak sedang bergurau," kata si pria tua ini sambil
tersenyum. Nama pria tua itu adalah William Waldorf Astor dan gedung besar itu
adalah Waldorf – Astoria hotel yang pertama. Dan penerima tamu yang baik hati
itu adalah George C. Boldt, manager pertama hotel itu.
Cerita di atas, jika kita renungkan baik-baik,
akan membuat kita merinding "merinding". Betapa tidak, sebuah
perubahan besar terjadi hanya karena hati yang mau melayani. Benarlah apa yang
pernah dikatakan oleh Martin Luther King, Jr, "Semua orang bisa menjadi
orang hebat karena semua orang bisa melayani.
Anda tidak memerlukan ijazah perguruan tinggi
untuk dapat melayani. Anda tidak perlu menimbang-nimbang dan memutuskan untuk
melayani. Yang Anda butuhkan hanya hati yang penuh belas kasihan. Jiwa yang
digerakkan oleh kasih."
Tapi, benarkah kalau sikap yang mau melayani
dapat membawa kita pada kesuksesan hidup? Tanyakan kepada banyak perusahaan
besar, apa kunci prestasi mereka sehingga perusahaan mereka bisa bertahan di
tengah maraknya persaingan bahkan terus bertumbuh. Kita berani memastikan bahwa
salah satu kunci terpenting adalah kesediaan untuk melayani pelanggan.
Tidak heran jika tema "kepuasan
pelanggan" menjadi begitu penting dalam beberapa tahun terakhir ini.
Perusahaan yang senantiasa mau mendengarkan dan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen niscaya akan lebih mudah dalam meraih
dan mempertahankan kesuksesannya.
Sebenarnya paradigma melayani bukanlah sesuatu
yang baru. Lebih dari 2.000 tahun silam, seorang guru spiritual telah
mengajarkan bahkan mempraktekkan hal yang sama. Dengan jelas Ia mengatakan
bahwa siapa pun yang ingin menjadi terbesar harus mau menjadi pelayan.
"Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya
dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas
mereka.
Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa
ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayan, dan
barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi
hambamu; sama seperti aku datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani," katanya kepada para muridnya.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah
bagaimana agar kita juga bisa memiliki hati yang mau melayani. Pertama,pandanglah
pekerjaan kita sebagai kesempatan untuk memuliakan nama Sang Pemberi Hidup. Kedua,
pandanglah kehidupan ini sebagai kesempatan untuk membantu orang lain menjadi
lebih baik.
Dengan demikian, hidup Anda akan jauh lebih
bermakna. Motivator kelas dunia, Zig Ziglar pernah berkata, "Anda bisa
memperoleh apa pun dalam kehidupan ini sepanjang Anda juga mau menolong orang
lain memperoleh apa yang mereka inginkan."
Ketiga,sadarilah bahwa apa yang kita tabur akan kita
tuai. Jika kita selalu melakukan
yang terbaik, kita pasti akan menerima upahnya. Begitu pun sebaliknya! Sayangnya,
para karyawan sering tidak menyadari kalau para pelangganlah yang menggaji
mereka, bukan sang pemilik atau pemimpin perusahaan.
Itulah sebabnya mereka kerap mengabaikan suara
dan keluhan pelanggan. Padahal jika pelanggan diperlakukan dengan baik, semua
akan menuai keuntungannya.
Jadi, kepada seluruh
aparatur negara, selamat melayani!
Bahan Bacaan
- Abdul Aziz Al-Khayyat. 1994. Etika Bekerja dalam Islam, Jakarta, Gema Insani Press.
- Abdul Hamid Mursi. 2001. SDM yang Produktif, Jakarta, Gema insani Press.
- Abdullah Gymnastiar. 2004. Aku Bisa: Manajemen Qolbu untuk Melejitkan Potensi. Bandung: MQ. Publishing.
- __________________. 2004. Demi Masa: Menggenggam Waktu Meraih Keunggulan Diri. Bandung: MQ. Publishing
No comments:
Post a Comment